Memperpanjang umur adalah dengan berkarya, karena ketika seseorang telah berlalu (wafat), ia akan tetap disebut, entah dengan maki atau puji. (Chaidir)
Tidak dipungkiri jika ingin menjadi manusia, pemuda luar biasa adalah dengan berkarya. Sangat berbeda orang yang semasa hidupnya pernah berkarya dangan yang tidak pernah sama sekali.
[El-Bonai]
Hikmah ini bermula dari perbincangan singkat dengan salah seorang sahabat saya, E. Krisdiyanto. Ketika itu kami berada di Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim (SUSKA), RIAU. Sebelum pergi meninggalkan kampus, saya dan sahabat saya melihat info di papan informasi. Di sana terlihat foto lima orang sahabat yang melanjutkan study di Mesir, dalam pengumuman itu adalah informasi tentang iftor dan reuni Al-Kautsar.
Ternyata sahabat saya tersebut alumni dari Al-Kautsar, ia mengatakan bahwa satu yang terdapat di dalam foto itu adalah sahabatnya satu sekolah dan seorang juga siswanya ketika ia mengajar Aliyah Al-Kautsar.
Untuk meyakinkan saya ia menunjukan beberapa buku yang dikirim oleh salah seorang sahabatnya yang berada di Mesir tersebut. Kebetulan bukunya berbahasa Arab, salah satu bukunya adalah karangan Imam Al-Ghazali.
Nah, kawula muda sebagai generasi penerus, apa yang terpikirkan oleh kita dari kutipan kejadian di atas tadi? Ada hal luar biasa yang tetap mengalir sesuai dengan berlalu zaman, yaitu karya. Mari kita menelaah, bahwa salah satu karya yang populer dan orang yang berkarya tersebut masih disebut juga walau mereka telah lama wafat. Contoh di atas adalah karya imam Al-Ghazali. Pernahkah kita bertemu dan bercakap-cakap dengan beliau? Tentu tidak, akan tetapi ketika kita membaca karyanya, maka seolah kita berdialog, mendengarkannya berbicara, seolah-olah beliau ada di depan kita. Sepertinya ia masih hidup. Ya, masih hidup dengan nafas karyanya.
Berkarya sangat banyak jenisnya, salah satu yang akan tetap dan mungkin bermanfaat ketika kita telah wafat adalah tulisan atau buku karangan hasil pemikiran kita. Maka dengan menulis, kita bisa memberi, berbagi, terutama ilmu secara masal.
Mungkin imam Al-Ghazali dan Prof. Dr. Buya Hamka, atau ulama besar lainnya tidak berpikir bahwa apa yang mereka tulis bisa populer dan dibutuhkan orang sepanjang zaman. Namun Mereka berkarya untuk kemaslahatan umat, yang mungkin bisa bermanfaat bagi orang banyak dan tidak menutup kemungkinan pada generasi penerus.
Salah satu kata bijak mengatakan, “Dengan menulis (berkarya) kita dapat diketahui oleh anak cucu kita, bahwa kita pernah hidup”. Benar adanya, karya, tulisan adalah salah satu jejak kehidupan seseorang.
Dengan menulis, kita bisa memperpanjang umur, kita bisa berbagi ilmu dan pengalaman walaupun nafas kita sudah berhenti berhembus. Maka menulislah, agar umur tetap panjang, tetap mengalir manfaat ilmunya. Rasulallah SAW bersabda:
“Jika anak adam meninggal, maka terputuslah seluruh amalanya, kecuali tiga hal; sodakah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendo’akan.” [HR. Abu Hurairah].
Berkarya merupakan pekerjaan yang mulia. Menulis adalah pekerjaan para ulama, pewaris para Nabi. Seperti yang dikatakan Saidul Tombang, wartawan Riau Pos, dalam pelatihan jurnalistik, Saidul Tombang bertutur bahwa menulis adalah ladang yang tak bertuan. Ladang yang sangat luas, dan tidak akan ada habisnya bagi siapa yang mau memanfaatkannya untuk kebaikan orang banyak. Karena ilmu harus diikat. “Ilmu itu ibarat udara yang kita hirup yang berlalu lalang, gagasan yang berhembus, dan ia hanya bisa dikumpulkan dengan tulisan. Selagi otak kita mampu berpikir disitulah selalu ada kesempatan menulis, dan menulis itu adalah memberikan identitas baru dan nilai tambah pada diri seseorang,” ujar Saidul, begitu ia biasa disapa.
Sungguh sangat disayangkan kita hidup di dunia, namun kita pergi tidak meninggalkan bekas, tidak meninggalkan prestasi, karya, tulisan yang bisa memperpanjang umur kita dan sekaligus tetap memberi manfaat bagi orang lain yang kita tinggalkan.
Alangkah istimewanya seorang anak muda atau siapa saja yang mengisi setiap masanya, yang terus berusaha memberi kebaikan, membuahkan karya, menuliskan sesuatu yang amat berguna bagi orang lain. Saidul Tombang menambahkan, ”Orang yang memiliki karya dengan orang yang tidak berkarya sangat berbeda.” Ya, sangat berbeda seorang pemuda yang berkarya dibandingkan pemuda yang tidak menyumbangkan apa-apa di masa mudanya.
Kurnia Budiyanti, salah seorang aktivis pemerhati dunia remaja, mengatakan bahwa seseorang sangat dihargai dan dinilai dari tingkat pemikirannya, semakin tinggi pemikirannya, maka semakin tinggi nilai kepribadiannya. Seseorang memiliki pemikiran dan kemudian dituangkannya disebuah tulisan akan menambah nilai dirinya. Nah, Bisa jadi seorang pelajar akan memiliki nilai lebih dari gurunya jika pelajar itu telah memiliki karya nyata. Karena orang yang berkarya sangat jarang kita temui, yang jelas kemampuan yang mereka miliki dalam berkarya dan menulis adalah nikmat dan karunia Allah yang mesti disyukuri dan tidak untuk disombongkan.
Isilah masa muda kita dengan nafas karya, belantara hidup ini sangat tidak bernilai ketika kita lewati tanpa berbuat sesuatu yang bermakna dan berarti. Cara sakti menimbulkan gagasan dalam menulis:
1. Banyak membaca.
2. Banyak berjalan.
3. Banyak bersilaturahm. [Bambang Trim]
Read me
Mutiara Hikmah:
Ikatlah ilmu dengan menuliskannya.”
[Ali bin Abi Thalib. ra].
Read me
Mutiara hati:
Bukan termasuk kebaikan sepanjang hidup jika seseorang meninggal dunia dan tak ada prestasinya yang dikenang dengan baik.
[Muhammad Nabil Kazhim]
Read me
Mutiara Hati:
Jika tidak ada orang yang menulis ilmu, maka kita tidak akan bisa membaca ilmu di buku-buku yang kita baca saat ini bahkan kita kehilangan banyak ilmu dan pengalaman orang terdahulu. [
[Sya’ir Negeri Bonai]]
Bagaimana bisa menghasilkan karya? Menulis buku atau yang lainnya? Penasaran? Silakan request edisi lanjutan tulisan ini....insya Allah kita bisa sama-sama berbagi hikmah dan MARI.....CERAHKAN BANGSA DENGAN PENA.” key.....
By: Muklisin Al-Bonai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar