Jumat, 20 Desember 2013

Mengapa Kita Harus Bertaubat?

Mengapa Kita Harus Bertaubat? “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur : 31). Bisa jadi kita pada awalnya mengatakan, “Mengapa saya harus bertaubat, memang apa yang saya lakukan..., kehidupan saya wajar-wajar saja dan dalam keadaan tenang (tidak berbuat dosa).” Sadar atau tidak kita sadari bahwa kita telah banyak melakukan kekhilafan, dan maksiat yang menjadi kumpulan dosa, meski kadang kala kita tidak menyadarinya. Selain Nabi Allah yang ma’sum, semua kita pernah melakukan dosa, ini bukan klaim, tapi kita adalah manusia yang selalu bisa tergelincir setiap saat. Tidakkah kita merasa bahwa kita berdosa? Untuk bisa memahami bahwa manusia ‘pernah berdosa’, contoh sederhana, setiap kita punya orang tua, tepatnya banyak remaja yang durhaka pada orang tuanya. Sungguh durhaka pada orang tua adalah salah satu dosa besar, bukan? Kita harus berhati-hati dengan dosa ini, ini termasuk urutan keempat dosa besar. Tahukan kita bahwa air mata orang tua dan hati ibu yang terluka bisa menyebabkan murka Allah. Padahal kita diperintahkan berbuat baik kepada mereka, Allah SWT berfirman, “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun (Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun) bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman : 14). Kemudian, ada anak yang salah didik akhirnya terjerumus pada obat terlarang, pergaulan bebas, membuat hati orang tuanya hancur. Jadi, apakah semua perkara ini tidak membutuhkan taubat? Yang perlu kita sadari bahwa kemarahan ayah dan ibu bisa menjadi bencana bagi kita, apalagi ketika ditimbang di akhirat. Dan semua itu lebih berat dari dosa-dosa yang kita lakukan satu sampai dua tahun lalu. Maka dari itu, kita pernah bahkan mungkin masih bersarang dalam diri kita dosa-dosa besar tersebut dan menuntut kita untuk bertaubat. Yang menjadi catatan khusus adalah bahwa dosa besar tidak hanya bagi mereka yang doyan mabuk-mabukan dengan miras dan berzina saja, akan tetapi termasuk juga bagi mereka yang durhaka kepada orang tua walau hanya dengan mengatakan “ah” dan menghardik mereka. “Semua dosa ditunda hukumannya hingga hari kiamat. Kecuali, durhaka kepada kedua orang tua. Allah akan menyelenggarakannya sebelum ia mati.” (HR. Dari Abu Bakar). Bukankah meninggalkan shalat wajib itu adalah dosa? Contoh lain, kita tahu bahwa shalat itu wajib. Tapi tidak sedikit muslim yang lalai dan ringan tanpa beban meninggalkannya. Berapa banyak muslim yang tidak pernah shalat shubuh. Bahkan puluhan tahun lamanya. Bukankah shalat shubuh itu juga wajib hukumnya? Yang harus kita ketahui bahwa meninggalakan shalat adalah termasuk dosa besar yang dimurkai Allah. Bukankah shalat adalah tiang agama? Siapa yang meninggalkan berarti meluluhlantakan agamanya sendiri. Merupakan bencana yang besar kalau sampai melalaikan apalagi meninggalkannya. Maka akan memenuhi informasi dari Al-Qur’an tentang “Saqar” yang artinya, “Apakah yang memasukan kamu ke dalam Saqar? Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. Kami tidak pula memberi makan orang miskin. Kami membicarakan yang bathil dan kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian.” (QS. Al-Muddatstsir : 42-47) Sungguh ayat ini menginformasilam kepada kita bahwa Allah tidak akan meloloskan seorang pun dari mereka yang meninggalkan shalat ini. Maka, wahai saudaraku, saat ini kita masih bernafas, namun pernah lalai dan meninggalkan perintah ini, bukankah ini semua memerlukan taubat? Bukankah memandang yang diharamkan Allah itu berdosa? Jika Allah telah memuliakan sebagian dari kita dengan menjauhkan dosa-dosa besar, lihat lagi apa saja yang kita anggap jadi dosa kecil yang kita santap setiap harinya. Ratusan bahkan ribuan dosa kecil yang bisa terjadi setiap harinya. Coba hitung berapa kali mata kita memandang yang diharamkan Allah? “Dan katakan pada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagimu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.“Dan katakan pada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan jangan menampakan perhiasannya.” (QS. An-Nur: 30-31). Tidakkah termasuk perbuatan dosa jika menyakati hati saudara kita? Berapa kali kata-kata kita menyakati hati saudara kita? Berapa sering kita berprasangka negatif kepada orang lain? Kepada kaum hawa berapa banyak kata-kata ghibah (ghosib) yang kita umbar bagi saudara kita yang lain? Dan bagaiamanakah aurat kita selama ini? Saudariku, bukankah bagi wanita yang selalu membuka rambut dan aurat itu berdosa? “Siapa pun wanita yang melepaskan pakainnya (menampakkan auratnya), bukan di rumahnya (mahramnya) sendiri, maka Allah akan merobek (menghinakannya) tirai kehormatannya (tidak ada penyelamat baginya.)” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi dan al-Hakim). “Wanita yang berpakain tapi telanjang, berlenggok-lenggok, menyimpang dari agama, kepala mereka seperti punuk onta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan mencium baunya surga (jannah).” (HR. Muslim). Bagi wanita yang selalu membuka rambut, dengan gaya pakaian yang gemulai? Semua itu adalah dosa. Mengapa mereka mau melakukannya? Karena semua perkara itu akarnya adalah hati. Jadi jika hati telah hitam bahkan hilang fungsinya, maka manusia tidak akan segan dan malu lagi melakukan dosa. Jadi, bukankah dosa ini perlu taubat nasuhaa? Untuk menemukan hati kita yang hilang lagi ternoda, maka taubat nasuhaa adalah tempat penemuannya. Mengapa kita mencoba menggambarkan prilaku yang menyebabkan dosa-dosa di atas? Ini bukan saling menyudutkan, namu lebih dari itu agar kita menyadari dengan tahu atas dosa-dosa yang kita lakukan hingga kita bisa merasakan manisnya taubat. Seperti yang dikatakan ‘Amru Khalid dalam bukunya “Dengarkan Suara Hati” bahwa jika Anda ingin merasakan manisnya taubat, terlabih dahulu Anda harus merasakan buruknya maksiat dan dosa. Niscaya Anda akan memulainya dengan bertaubat.... Yakinlah saudaraku, dosa kita tidak sedikit. Terkadang kita tidak menyadari bahwa kita terjerumus dalam jurang dosa. Bahkan tanpa merasa menyesal kita melakukan maksiat dan dosa-dosa itu. Saat kita meninggikan suara dan mengatakah “ah” kepada ibu dan ayah. Kadang kita melakukan kerusakan alam dengan tangan kita sendiri hingga timbullah bencana. Maka dari itulah, kita sangat butuh bertaubat dari semua kekhilafan, kesalahan yang pernah kita lakukan, bahkan tidak bisa kita hitung saking banyakknya. Kita perlu dan harus bertaubat segera dari segala dosa yang menghabiskan jatah umur, waktu, energi kita secara sia-sia, bahkan membuat kita lupa Sang Pencipta (Allah). Yang lebih ironisnya lagi kita lupa bersyukur pada-Nya, padahal banyak saudara kita yang tidak seberuntung kita. Bukankah tidak bersyukur juga termasuk dosa dan harus bertaubat? Yang tak kalah penting, kita harus bertaubat atas kelalaian dan menunda taubat. Terlebih lagi bagi yang bergelimang maksiat puluhan tahun. Pada dasarnya jika manusia segera mengakui dosa-dosa mereka dan mereka akan meninggalkannya. Namun yang terjadi sebaliknya adalah mereka lalai dan menunda taubat, bukankah menunda taubat adalah dosa yang butuh taubat nasuhaa? Itulah beberapa alasan yang mewakili mengapa kita harus bertaubat, tidak perlu marah atau terisnggung jika ada sauadara kita yang mengingatkan akan pertaubatan tersebut dan supaya kita beruntung (QS. An-Nur : 31). Bahkan Allah pun mengajak dan menyapa hamba-Nya agar bertaubat karena kasih sayang-Nya kepada manusia, “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar, 39 : 53). Hikmah bijak mengatakan, “Ah! Aku berdosa secara rahasia, tidak pernah orang lain mengetahui dosa-dosaku yang mengerikan. Tetapi esok, rahasia dosa-dosaku ditampakkan dan dipertunjukan kepada Tuhanku.” Saudarku, janganlah kita melihat kecilnya dosa, karena bisa jadi dosa kecil itu jika dilakukan terus menerus akan menjadi besar, “Jauhilah oleh kalian dosa-dosa kecil, karena dosa-dosa kecil itu akan berkumpul atas seseorang hingga mampu menghancurkannya.” (HR. Ahmad). Dan orang shaleh berkata, “Janganlah melihat kecilnya dosa, tapi lihatlah kepada siapa kamu berdosa? (tentunya dosa terhadap Allah).” (Ust. Tajuddin Nur, Lc & MR.TM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar