Pernahkah kita merenungi
jika kita tidak memiliki hati?
Banyak manusia yang tidak menyadari
bahwa hati mereka hilang (kotor dan rusak). Dan seolah-olah manusia semuanya
memiliki hati, tapi sesungguhnya tidak sedikit dari manusia yang tidak memiliki
hati lagi, yaitu rusaknya fungsi hati atau bahkan hilang dari fungsi fitrahnya.
Apa yang akan terjadi jika manusia tidak memiliki hati? “....dan apabila dia
(hati) rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya.” Itulah inti pesan Rasulullah
bahwa jika hati manusia itu rusak atau bahkan hilang, maka hilanglah kendali
dan rusaklah segala perbuatannya.
Lalu di mana hati kita?
Bisa jadi hati kita hilang terseret
arus kecintaan terhadap dunia (bermegah-megahan yang melalaikan), terjerumus
dalam lembah nafsu syahwat, maksiat, mengikuti langkah setan, dan dibawa lari
oleh dosa-dosa kita.
Allah SWT berfirman, yang artinya; “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu
masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat
perbuatanmu itu),....(QS. At-Takasur: 1-3, silahkan baca hingga
akhir ayat).
Saudaraku, lebih dalam lagi, sungguh
cinta kepada Allah dan dunia tidak akan pernah menyatu dalam satu hati, berikut
hadits qudsi menjelaskan hal tersebut, yang artinya;
“Wahai anak Adam, sesuai dengan
kecondongan hatimu kepada dunia, keluarkanlah kecintaan kepada-Ku darimu.
Sebab, sesungguhnya Aku tidak menghimpun cinta-Ku dan cinta dunia dalam satu
hati selamanya. Curahkanlah (hatimu) untuk menyembah-Ku dan bersihkanlah amalmu
darinya sehingga Aku memakaikan
(pakaian) kecintaan-Ku. Datanglah kepada-Ku dan curahkanlah segenap
tenaga, pikiran, dan waktumu untuk berzikir kepada-Ku, niscaya Aku akan
menyebutmu di hadapan para Malaikat-Ku.”
(Kalimatullah Asy-Syirazi).
Kemudian, apa tandanya seseorang itu
tidak punya hati?
Tidak sedikit manusia yang suka
mengerjakan apa yang dilarang Allah, dan meninggalkan apa yang
diperintahkan-Nya.
Hilangnya fungsi hati untuk merasakan
manisnya iman, manisnya ibadah, lalai, tidak tersentuhnya hati saat melihat
saudara kita yang kesusahan (fakir), tidak tergeraknya hati saat mendengarkan
seruan Allah (adzan) atau tidak bergetarnya hati mendengar ayat-ayat-Nya. Allah
berfirman, yang artinya;
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman
adalah mereka apabila disebut nama Allah gemetarlah hatinya, dan apa bila
dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambahlah (kuat) imannya hanya kepada
Rabb mereka bertawakal.” (QS.
Al-Anfal : 2)
Jadi, bisakah hati bergetar jika hati
sendiri tidak ada lagi dalam diri seseorang?
Karena hati kita hilang fungsinya untuk
merasakan manisnya iman jika kecintaan kita lebih besar terhadap dunia dan
isinya, sementara itu hanya hati yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya lah yang bisa merasakan
manisnya iman tersebut.
Rasulullah
SAW, yang artinya;
“Ada tiga perkara, barangsiapa terdapat dalam
dirinya ketiga perkara itu, dia pasti merasakan manisnya iman; yaitu Allah dan
Rasul-Nya lebih dicintainya dari pada yang lain, mencintai seseorang tiada lain
hanya karena Allah, dan tidak mau kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan
dari dalam neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Lalu, sebaliknya jika seseorang telah
kehilangan hati, maka ia cenderung melakukan hal-hal yang dilarang, kemungkaran,
memakan hak orang lain, indah terasa hal-hal yang dilarang oleh agama.
Mengapa ada manusia yang merampas hak
orang lain dengan paksa? Karena hati mereka telah hilang! Mengapa ada manusia
yang durhaka pada Allah dan kedua orang tua? Karena hati mereka telah hilang!
Mengapa ada orang yang tidak malu melakukan zina? Karena hati mereka telah hilang!
Mengapa ada manusia yang mengambil hak orang lain? Karena hatinya telah hilang?
Mereka mungkin tetap memiliki
bongkahannya (fisik), tapi hilang nilai dan fungsi dari hati tersebut. Mungkin
secara fisik hati mereka tetap ada, tapi secara batin, ruh dan fungsinya hilang.
Itulah hati yang mati.
Saudaraku,
semoga Allah yang Maha membolak-balikan hati menjaga hati kita dan memberikan
hati yang bersinar terang.
Rasulullah
SAW bersabda, yang artinya;
“Hati itu ada empat macam: (1) hati yang bersih dan bersinar bagaikan
lampu; itulah hati orang mukmin, (2) hati yang hitam (terbalik dari fitrahnya);
itulah hati orang kafir, (3) hati yang terbungkus rapat (sulit menerima
hidayah); itulah hati orang munafik, (4) hati yang berisikan campuran antara
iman dan kemunafikan.” (HR. Imam Ahmad).
Agar hati kita kembali dan hidup,
bersinar, berjalanlah menuju pintu gerbang-Nya, kita harus membersihkan hati
terlebih dahulu.
Mengapa kita
harus membersihkan hati?
Tidak bisa kita pungkiri bahwa letak
kebahagiaan itu di hati. Tentunya hati yang selalu bersih dan hidup (masih ada
hati), bahkan itulah sumber kebahagiaan dunia dan akhirat. Seperti yang sudah
kita singgung bahwa tidak sedikit orang yang tidak menyadari kondisi hatinya
yang bisa jadi tengah sekarat, mati lalu hilang.
Tidak
jarang ada juga sebagian orang yang ingin hatinya hidup dan kembali, justru
menempuh jalan keliru (misalnya bertamasya di pantai, ke tempat rekreasi,
apalagi tempat hiburan yang mengundang maksiat).
Maka
yang harus kita perjuangkan adalah membersihkan hati kita. Sebab, sungguh
sangat menawan dan indah jika kita mendapatkan kembali hati, jiwa yang bersih
dan memiliki qolbun salim (hati yang selamat).
Mari kita berbicara hati dengan hati
kita. Sungguh hati adalah sentral kebahagiaan anak Adam
(manusia). Maka, jika hati manusia dipenuhi cahaya hidayah, keimanan sesuai
dengan jalan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, sungguh ia akan menuai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam
bukunya Jangan Asal Dzikir, Abdul Rosul mengatakan, “Manakala hati itu
merupakan tempat cinta dan wadah kerinduan (kepada Allah), maka ia harus
disucikan agar ia layak menerima sang Kekasih dan ia harus bebas dari segala
ketergantungan kepada selain Allah.”
Dengan
kata lain, sebaliknya bagi yang berpaling dari jalan Allah dan mengikuti
langkah lain yang dipandu setan dan syahwat, maka lambat laun hatinya akan
dipenuhi keresahan, kegelisahan dan kesengsaraan (rusak) di dunia dan tentunya
lebih-lebih di akhirat.
Ibn
‘Athaillah berkata, “Takutlah bahwa bila kebaikan Allah selalu engkau peroleh
pada saat engkau berbuat maksiat kepada-Nya, lambat laut itu akan
menghancurkanmu.”
Jika kita umpamakan hati seperti
sebuah rumah yang lengkap dengan pintu, jendela, ventilasi dan yang lainnya.
Jika pintu dan jendela tidak dijaga dengan baik dan ketat, tidak dilengkapi
dengan kunci atau terali, maka bisa diperkirakan akan mudah dibobol para
pencuri.
Dengan
kata lain pintu dan jendela adalah mata, telinga dan seluruh anggota badan.
Sementara para pencurinya adalah setan, nafsu syahwat dan antek-anteknya.
Ada
juga yang mengibaratkan bahwa hati adalah raja ataupun kerajaan dalam tubuh
manusia. Raja Ali Haji menuliskan hal tersebut dalam Gurindam Dua Belas
nya, “Hati itu kerajaan di dalam tubuh. Jikalau zalim segala anggota pun
rubuh.”
Jadi,
jika hati kita sebagai raja, maka anggota tubuh yang lainnya adalah rakyatnya.
Oleh karena itu, jika rajanya rusak (hati kotor), maka sudah bisa diperkirakan rakyatnya
tidak jauh berbeda. Begitulah jika hati kita kotor, hilang dari fungsi aslinya
untuk bisa merasakan dan menilai kebenaran, maka niat dan perbuatan kita akan
sia-sia.
Pada awalnya hati kita hidup (ada).
Namun hidup ini adalah perjalan dan sebuah proses, maka akan ada-ada saja
manusia yang akan mengalami terkegelinciran dengan hal-hal yang dilarang agama.
Maka, jika hati tidak dijaga dari kejadian dan kasus seperti ini, hati kita
akan mudah terjangkit virus, penyakit hingga sekarat atau bahkan mati (hilang).
Dalam hal ini Syaikul Islam
mengatakan, “Penyakit hati adalah jenis kerusakan. Menjadi penyebab kerusakan
pemikiran dan keinginan. Kerusakan pemikiran karena adanya berbagai syubat
(kesamaran) sehingga tidak bisa melihat kebenaran, tapi tampak berbeda dengan
yang seharusnya. Sedangkan keinginan adalah membenci kebenaran dan menyukai
kebatilan.”
Maka dari itu, kita wajib
membersihkan diri dari hal syubat dan syahwat. Yang menjadi catatan penting adalah bahwa kebersihan itu meliputi jiwa, hati, badan dan
harta. Yang sangat mendasar lagi adalah kebersihan hati merupakan nilai penting
dan utama sebelum melangkah ke hal lainnya.
Kita
harus mengetahui apa pentingnya sehingga kita harus membersihkan hati? Berikut
alasan-alasan syar’i diantara pentingnya kita membersihkan dan menemukan
kembali fungsi hati yang telah kotor, rusak bahkan hilang, adalah sbb:
1. Karena
amalan yang lahiriah tidak akan diterima oleh Allah SWT selama tidak disertai
dengan niat yang ikhlas. Niat adalah perbuatan hati, sangat sulit diharapkan
niat ikhlas lahir dari hati yang kotor berlumur dosa (hilang fungsinya). Allah
berfirman, yang artinya;
“Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus...(QS. Al-Bayyinah : 5)
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya;
“Sesungguhnya Allah tidak
menerima amal kecuali yang murni, yang dilakukan hanya untuk mengharap
wajah-Nya.” (dalam kitab Sunan al-Nasai kitab Al-Jihad no. 3089).
2. Hati
merupakan hakikat menusia itu sendiri, dan sekaligus wadah, cermin, gambaran
dan penilai kebaikan dan kerusakannya. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah
hadits yang sangat terkenal, yang artinya;
“Ketahuilah
sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal darah, apabila dia baik maka
baik pula seluruh tubuhnya, dan apabila dia rusak, maka rusaklah seluruh
tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal darah itu ialah hati.” (HR. Bukhari).
Kemudian hati menjadi sentral utama “pandangan”
Allah, maka perbuatan yang dilakukan dengan hati yang ikhlaslah yang dinilai
oleh Allah. Dia hanya melihat hati hamba-Nya, jika hatinya bersih dan niatnya
ikhlas, maka amalanya akan diterima, bila hatinya kotor (tidak benar niatnya),
secara sendirinya amalan tersebut tidak diterima-Nya. Rasulullah SAW bersabda, yang
artinya;
“Sesungguhnya Allah tidak
melihat kepada bentuk tubuh dan hartamu, tetapi Dia melihat kepada hati dan
amal kamu.” (HR. Muslim).
3. Abdurrahman bin Nashir Al-Sa’adi
mengatakan bahwa keselamatan di akhirat hanya tercapai oleh orang-orang
yang hatinya bersih dari menyekutukan Allah, syubat dan syahwat, kemunafikan
dan berbagai penyakit hati lainnya yang sangat berbahaya. Orang yang hatinya
bersih menggantungkan diri hanya pada Allah SWT. Allah berfirman, yang
artinya;
“Dan janganlah Engkau hinakan
aku pada hari mereka dabangkitkan. (Yaitu) di hari harta dan anak-anak tidak
berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara : 87-89).
Maka keselamatan di
akhirat dari segala kehinaan, aib hanya akan diberikan kepada orang yang datang
kepada Rabbnya denga hati yang bersih. Surga itu diberikan kepada orang-orang
yang hatinya pasrah. Allah berfirman, yang artinya;
“Hai jiwa yang tenang,
kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas dan penuh keridhaam-Nya. Maka
masuklah ke dalam jamaah hamba-Ku dan masuklah ke dalam Surga-Ku.” (QS. Al-Fajar : 27-30).
Secara
umum hal-hal ini menjadi acuan mengapa kita harus selalu berusaha untuk
membersihkan hati dan mencari kembali hati kita yang telah hilang (fungsinya).
Ya Allah, jadikanlah dunia
dalam genggaman tanganku. Jangan jadikan dunia di dalam hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar