Ketika Azan Menggema
Lima kali sehari kukumandangkan azan
menderu manusia, pohon-pohon
alam bersujud
Orang tetap mencangkul
menggali tanah
Orang tetap bernyanyi
berpatri di atas pentas tinggi
Orang tetap duduk
berbual lepas
Bila sudah penyangkul terluka kaki
bila penyanyi hilang bunyi
bila yang duduk tak mampu berdiri
Yang Maha Besar di kalimat azan
akan dipinta pertolonganNya
Asbak
Nasib kau jadi asbak
Tempat dimana orang mengayak
Ayakan debu hitam
Melekat serbuk mengancam
Ancaman ada untuk melepas
Kau dari genggam pengisap
Asap batuk membawa penyakit
Saat menyandang atuk
Hutan tak akan terlahap api
Bila kau ada menampung
Kau akan bersih
Saat pengayak asap sedih
Dilanda krisis
Kulukis Alam Kota
suara simpang
mengundang pagi lagi
kulukiskan suasana jalan raya ini
dengan suara memekak gendang telinga
menuntun tangan menggores kata
kakikaki manusia memenuhi samping
jalan mengikis kerak kering
dan hiasan warna warni calon atas
yang akan menetas memimpin
bus kota menyebar sahut
yang ditunggu malas menyambut
opelet lari henti seperti kurakura
menurun menarik dalam kaca
ada juga konser depan kedai
sebab lidah lama tak dibelai
sebab hanya bagi pagi
bisa raba suasana asli
dengan cahaya masih asri
menyenangi mata untuk pandangi
entahlah pada matahari atas nanti
Pekanbaru, 23/2/2009
Manusia Pohon
aku tilik badanku depan
cermin
ada banyak helai hitam
di atas kepala
turun sejengkal ada telinga
berdaun mengembang
juga dua cabang besar
sebelah kiri kanan, tambah urat
menjalar memenuhi
sepuluh ranting jari
keduabelahnya
aku injak tanah dengan dua tiang
kadang bisa patah, bisa lurus
aku tahan berdiri
dengan sepuluh ranting
jari kaki
Aku Abdikan
:emak ebah
Engkau cekungkan mata
pegang amanat
menakah hidup
anak-anakmu
Memamah perih
beban tangan membiru
untuk suapkan ubi
dan ikan masin
Terus melekat samping kami
menebas, menghalau
binatang malam
atau melepas hikayat
ayah dan mak andeh
atau yong dollah
Saatnya, aku menyulam
karya, hendak mengabdi
pada emak dan ebah
Psikologi, 2009
Kembali Lemah
Tubuhku bagai dauun-
Daun yang mengkilau fotosintesis
Memekar mengepak pagi
Tak kunjung petang menjelang
Rangka membesi urat berkawat
Tiba rangak berkarat urat lapuk
Tumbang
campak
daun
d
a
u
n
berkerut
kering
berkecai
Malam Ramadhan
Rumah Allah telah diisikan lantunan Al-Qur’an
Sajadah teerhampar berhaf
Sinar cahaya terang mewaaarnai malam
Tadarus mengalir sejak petang
Sahutan salawaat menggema dalam
Kehingan malam pada hentakan rakaatrakaat.
Di bawah lampu, menadahkan tangan
Mengingat cerita masa lampau
Yang lalai dan siasia
Agar ampunan menghampiri hamba
Sebagai abdi pada Ilahi
Yang menghaarap pahala besaar,
Yang mengahrapa kesempatan,
Untuk bertemu malam senilai seribu bulan,
Ramaadhan depan belum pasti
Aku kembali
Ya Rahman
Berilah kami kekuatan
Untuk menjauhi laaranganMu
Ya Rahim
Berilah kami kasih saayangMu
Untuk selalu mematuhi suruhanMu.
Langkah Hati
ketika aku berdiri depan rumah Ilahi
Berddengung menyeru dalam kalbu
Sempatkah diri bersimpuh
Untuk mengecap setetes madu,
Kulangkah kaki untuk maju
Kuberanikan hati menemui rindu
Kenapa langkahku berhenti di situ
Akan kuangkat bias menjauh
Lagi kuangkat biar bisikan mengalah
Kaki tak menyimak kata hatiku.
Aku menjerit menembus langit
Keringat dingin menyelubungi badan,
Dngan bermandi airmata
Hati dalam mulai brtanya
Kenapa langkahku mati kaku?
Kenapa aku malu?
Apakah dulu?
Tungkuan bicara, dulu aku dibawa,
Hati gelapnya menuju sesat.
Orangtua tak pernah ditaat,
Saat pangkuanku mulai renta
Tak seimbang jatuh berderai
Hati mulai mengaji,
Pada rakaat rakaat yang sudah pergi
Aku tekad merayap
Pada niat yang tak pernah lenyap.
Kiamat 2012
Kita membaca tanda, bila semuanya hingsut terbalik
musibah menyayat hati dan kampung,
sibak insan habisi nikmat alam karena hausnya insang kesenangan,
mari mengaca cerita yang redam
Berputik rindu turunnya nabi Isya,
insan siap dititah dajjal, bergetahnya mata manusia
pada ahli sihir itu,
lesap hormat anak pada ibu,
segalau laki-laki serupa perempuan
baca tanda kiamat ini
aku percaya hari akhir itu,
tapi, tidak pada kiamat
duaribu duabelas
Huruf Mim
Awalnya kepalaku lahir di huruf mim
menyandangkan Muhammad sang penyiar Islam
Setiap huruf mim di awal Muharram
menyemai baru umurku
Tubuh ini selalu butuh dua mim,
makan dan minum
Namun setelah kenyang jiwa jasadku
terasa letih dan rapuh untuk berjalan ke mim berikutnya,
mesjid
Tapi aku tak tahu bisakah menjaga,
memahami, mendirikan kebaikan
sebagai muslim dan mukmin
Jika akhirnya mim menjemputku, maut.
Tangga Kematian
Ada
orang mati
di pagi sejuk, warga
panjat tangga dititi memberi
tahu orang kampung, dengan jalan terus
terbatuk, melihat tinggi pada pentungan yang
melekat serupa sarang lebah, tangan kaki menginjak kayu
sampaikan berita duka cita, kupentung sekuat tenaga agar orang sadar, bahwa ia juga akan dapat pentungan ini,
diukir dengan tiga baris saja,
nama si fulan, lahir tahun
sekian dan meninggal
tahun sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar