Selasa, 02 Desember 2014

M Hadi

Ketika Azan Menggema

Lima kali sehari kukumandangkan azan
menderu manusia, pohon-pohon
alam bersujud

Orang tetap mencangkul
menggali tanah
Orang tetap bernyanyi
berpatri di atas pentas tinggi
Orang tetap duduk
berbual lepas

Bila sudah penyangkul terluka kaki
bila penyanyi hilang bunyi
bila yang duduk tak mampu berdiri

Yang Maha Besar di kalimat azan
akan dipinta pertolonganNya



Asbak

Nasib kau jadi asbak
Tempat dimana orang mengayak

Ayakan debu hitam
Melekat serbuk mengancam

Ancaman ada untuk melepas
Kau dari genggam pengisap

Asap batuk membawa penyakit
Saat menyandang atuk

Hutan tak akan terlahap api
Bila kau ada menampung

Kau akan bersih
Saat pengayak asap sedih
Dilanda krisis
Kulukis Alam Kota

suara simpang
mengundang pagi lagi
kulukiskan suasana jalan raya ini

dengan suara memekak gendang telinga
menuntun tangan menggores kata

kakikaki manusia memenuhi samping
jalan mengikis kerak kering

dan hiasan warna warni calon atas
yang akan menetas memimpin

bus kota menyebar sahut
yang ditunggu malas menyambut

opelet lari henti seperti kurakura
menurun menarik dalam kaca

ada juga konser depan kedai
sebab lidah lama tak dibelai

sebab hanya bagi pagi
bisa raba suasana asli

dengan cahaya masih asri
menyenangi mata untuk pandangi

entahlah pada matahari atas nanti


Pekanbaru, 23/2/2009



Manusia Pohon

aku tilik badanku depan
cermin
ada banyak helai hitam
di atas kepala
turun sejengkal ada telinga
berdaun mengembang

juga dua cabang besar
sebelah kiri kanan, tambah urat
menjalar memenuhi
sepuluh ranting jari
keduabelahnya

aku injak tanah dengan dua tiang
kadang bisa patah, bisa lurus
aku tahan berdiri
dengan sepuluh ranting
jari kaki



Aku Abdikan
:emak ebah

Engkau cekungkan mata
pegang amanat
menakah hidup
anak-anakmu

Memamah perih
beban tangan membiru
untuk suapkan ubi
dan ikan masin

Terus melekat samping kami
menebas, menghalau
binatang malam
atau melepas hikayat
ayah dan mak andeh
atau yong dollah

Saatnya, aku menyulam
karya, hendak mengabdi
pada emak dan ebah

Psikologi, 2009




Kembali Lemah

Tubuhku bagai dauun-
Daun yang mengkilau fotosintesis
Memekar mengepak pagi
Tak kunjung petang menjelang
Rangka membesi urat berkawat
Tiba rangak berkarat urat lapuk
Tumbang
campak
daun
d
a
u
n
berkerut
kering
berkecai



Malam Ramadhan

Rumah Allah telah diisikan lantunan Al-Qur’an
Sajadah teerhampar berhaf
Sinar cahaya terang mewaaarnai malam
Tadarus mengalir sejak petang
Sahutan salawaat menggema dalam
Kehingan malam pada hentakan rakaatrakaat.

Di bawah lampu, menadahkan tangan
Mengingat cerita masa lampau
Yang lalai dan siasia
Agar ampunan menghampiri hamba

Sebagai abdi pada Ilahi
Yang menghaarap pahala besaar,
Yang mengahrapa kesempatan,
Untuk bertemu malam senilai seribu bulan,
Ramaadhan depan belum pasti
Aku kembali

Ya Rahman
Berilah kami kekuatan
Untuk menjauhi laaranganMu

Ya Rahim
Berilah kami kasih saayangMu
Untuk selalu mematuhi suruhanMu.

Langkah Hati

ketika aku berdiri depan rumah Ilahi
Berddengung menyeru dalam kalbu
Sempatkah diri bersimpuh
Untuk mengecap setetes madu,
Kulangkah kaki untuk maju
Kuberanikan hati menemui rindu
Kenapa langkahku berhenti di situ
Akan kuangkat bias menjauh
Lagi kuangkat biar bisikan mengalah
Kaki tak menyimak kata hatiku.

Aku menjerit menembus langit
Keringat dingin menyelubungi badan,
Dngan bermandi airmata
Hati dalam mulai brtanya
Kenapa langkahku mati kaku?
Kenapa aku malu?
Apakah dulu?

Tungkuan bicara, dulu aku dibawa,
Hati gelapnya menuju sesat.
Orangtua tak pernah ditaat,
Saat pangkuanku mulai renta
Tak seimbang jatuh berderai

Hati mulai mengaji,
Pada rakaat rakaat yang sudah pergi
Aku tekad merayap
Pada niat yang tak pernah lenyap.



Kiamat 2012

Kita membaca tanda, bila semuanya hingsut terbalik
musibah menyayat hati dan kampung,
sibak insan habisi nikmat alam karena hausnya insang kesenangan,
mari mengaca cerita yang redam

Berputik rindu turunnya nabi Isya,
insan siap dititah dajjal, bergetahnya mata manusia
pada ahli sihir itu,
lesap hormat anak pada ibu,
segalau laki-laki serupa perempuan

baca tanda kiamat ini
aku percaya hari akhir itu,
tapi, tidak pada kiamat
duaribu duabelas


Huruf Mim

Awalnya kepalaku lahir di huruf mim
menyandangkan Muhammad sang penyiar Islam
Setiap huruf mim di awal Muharram
menyemai baru umurku

Tubuh ini selalu butuh dua mim,
makan dan minum
Namun setelah kenyang jiwa jasadku
terasa letih dan rapuh untuk berjalan ke mim berikutnya,
mesjid

Tapi aku tak tahu bisakah menjaga,
memahami, mendirikan kebaikan
sebagai muslim dan mukmin
Jika akhirnya mim menjemputku, maut.



Tangga Kematian

Ada
orang mati
di pagi sejuk, warga
panjat tangga dititi memberi
tahu orang kampung, dengan jalan terus
terbatuk, melihat tinggi pada pentungan yang
melekat serupa sarang lebah, tangan kaki menginjak kayu
sampaikan berita duka cita, kupentung sekuat tenaga agar orang sadar, bahwa ia juga akan dapat pentungan ini,
diukir dengan tiga baris saja,
nama si fulan, lahir tahun
sekian dan meninggal
tahun sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar